Kamis, 18 April 2013

HUKUM PERDATA



1.      Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek yang biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI.Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.

2.      Sejarah Singkat Hukum Perdata di Indonesia

Pada masa penjajahan Belanda, Pemerintah Hindia Belanda membawa BW dan WvK dengan asas konkordansi (sesuai pasal 75 Regerins Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling). Pemerintahan Hindia Belanda kala itu mengodifikasikan keduanya dan menyusun KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) serta KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.

Pada masa penjajahan Jepang, Jepang tidak membawa hukum baru bagi negara jajahannya. Pemerintah Militer Jepang mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1942 yang dalam pasal 2 menetapkan bahwa semua undang-undang, di dalamnya termasuk KUHPer Hindia Belanda, tetap berlaku sah untuk sementara waktu.

Setelah proklamasi kemerdekaan yang mendadak, Pemerintah Indonesia belum membuat peraturan hukum yang baru mengenai hukum perdata dan pidana. Oleh sebab itu, setelah merdeka Indonesia masih menggunakan Hukum zaman Hindia Belanda yang dikodifikasikan. Sesuai UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, “segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang.” Setelah itu, baik ketika RIS (sesuai Pasal 192 ketentuan peralihan konstitusi RIS), kembali dengan bentuk NKRI dengan UUDS 1950nya (Pasal 142 ketentuan peralihan), kembali ke UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia masih memberlakukan KUHPer zaman Hindia Belanda yang disesuaikan sedikit demi sedikit hingga sekarang.

3.      Pengertian Hukum dan Keadaan Hukum di Indonesia

Hukum menurut Plato adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat. Sedangkan menurut Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi, karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

Kondisi hukum di Indonesia sekarang ini sangat memprihatinkan. Kritik terhadap hukum banyak diarahkan pada berbagai aspek penegakan hukum, kelemahan berbagai produk hukum dan lain sebagainya. Mereka yang memiliki kekuasaan dan memiliki banyak uang hampir bisa dipastikan selalu dalam keadaan aman meski telah melanggar aturan negara. Kondisi hukum indonesia tersebut, secara tidak langsung dapat menimbulkan opini masyarakat bahwa hukum dapat dibeli sehingga tidak akan mungkin dapat terwujud penegakan hukum indonesia secara menyeluruh dan adil.

4.       Sistematika Hukum di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu:

Isi KUHPerdata
1.      Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan.

2.      Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan.

3.      Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.

4. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar