1. Hukum Perdata Yang Berlaku
Di Indonesia
Hukum perdata yang berlaku
di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek yang biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW
sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI.Setelah
Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku
sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar
ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
2. Sejarah Singkat Hukum
Perdata di Indonesia
Pada masa penjajahan
Belanda, Pemerintah Hindia Belanda membawa BW dan WvK dengan asas konkordansi
(sesuai pasal 75 Regerins Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling).
Pemerintahan Hindia Belanda kala itu mengodifikasikan keduanya dan menyusun
KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) serta KUHD (Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang). Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan
Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Pada masa penjajahan Jepang,
Jepang tidak membawa hukum baru bagi negara jajahannya. Pemerintah Militer
Jepang mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1942 yang dalam pasal 2 menetapkan bahwa
semua undang-undang, di dalamnya termasuk KUHPer Hindia Belanda, tetap berlaku
sah untuk sementara waktu.
Setelah proklamasi
kemerdekaan yang mendadak, Pemerintah Indonesia belum membuat peraturan hukum
yang baru mengenai hukum perdata dan pidana. Oleh sebab itu, setelah merdeka
Indonesia masih menggunakan Hukum zaman Hindia Belanda yang dikodifikasikan.
Sesuai UUD 1945 Pasal II Aturan Peralihan, “segala badan negara dan peraturan
yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
undang-undang.” Setelah itu, baik ketika RIS (sesuai Pasal 192 ketentuan
peralihan konstitusi RIS), kembali dengan bentuk NKRI dengan UUDS 1950nya
(Pasal 142 ketentuan peralihan), kembali ke UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 5
Juli 1959, Indonesia masih memberlakukan KUHPer zaman Hindia Belanda yang
disesuaikan sedikit demi sedikit hingga sekarang.
3. Pengertian Hukum dan Keadaan
Hukum di Indonesia
Hukum menurut Plato
adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat
masyarakat. Sedangkan menurut Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan
peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang
adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi, karena kedudukan
itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam
menghukum orang-orang yang bersalah.
Kondisi hukum di
Indonesia sekarang ini sangat memprihatinkan. Kritik terhadap hukum banyak diarahkan
pada berbagai aspek penegakan hukum, kelemahan berbagai produk hukum dan lain
sebagainya. Mereka yang memiliki kekuasaan dan memiliki banyak uang hampir bisa
dipastikan selalu dalam keadaan aman meski telah melanggar aturan negara. Kondisi
hukum indonesia tersebut, secara tidak langsung dapat menimbulkan opini
masyarakat bahwa hukum dapat dibeli sehingga tidak akan mungkin dapat terwujud
penegakan hukum indonesia secara menyeluruh dan adil.
4. Sistematika
Hukum di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata
dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu:
Isi KUHPerdata
Isi KUHPerdata
1. Buku 1 tentang Orang / Van
Personnenrecht
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai
timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan,
keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan.
2. Buku 2 tentang Benda /
Zaakenrecht
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum
benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum
yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan
penjaminan.
3. Buku 3 tentang Perikatan /
Verbintenessenrecht
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum
perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini
sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang
hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang
jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari
(ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian),
syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
4. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian /
Verjaring en Bewijs
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur
hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan
pembuktian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar