Entin, begitulah ia biasa dipanggil oleh teman –
temannya. Entin ialah seorang anak kecil berusia 8 tahun yang masih duduk di kelas 4 SD. Wajahnya
yang lugu berbanding terbalik dengan kerasnya hidup yang dijalani. Di usia
dini, Entin harus berjualan demi memenuhi kebutuhan sehari – hari seperti makan
dan untuk biaya sekolah. Kemanakah orang tua Entin? Itu adalah pertanyaan yang
sangat sulit dijawab olehnya. Sejak kecil ia tidak mengetahui dimana keberadaan
ayahnya. Ayah Entin, Sutrisno, pergi sejak Entin masih di dalam kandungan. Ibu
Entin, Ani, sedang mengadu nasib di ibu kota untuk menghidupi kehidupan
keluarganya. Namun sudah 2 tahun terakhir, ibunya tidak memberi kabar dan tidak
lagi mengirim uang, entah dimana dia berada.
Saat ini Entin tinggal di sebuah desa kecil bersama dengan
Nek Ijah, keluarga satu – satunya yang dimiliki Entin. Nek Ijah sangat berjasa merawat
Entin selama ia ditinggal pergi kedua orang tuanya. Nek Ijah berprofesi sebagai
tukang kebun serabutan yang biasa dipanggil oleh Juragan Singkong di dekat
rumahnya. Nek Ijah bekerja dari pukul 7 pagi hingga pukul 3 sore hanya dengan
upah Rp. 5000/hari, upah yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
bersama dengan Entin.
Biaya kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat berimbas
sangat besar terhadap kelangsungan kehidupan Entin dan Nek Ijah. Untuk mencukupinya,
sepulang bekerja di kebun Nek Ijah segera membuat kue donat, alasannya kue
donat banyak digemari oleh anak – anak dengan pembuatan yang mudah dan biaya
yang murah. Setelah kue donatnya selesai, Entin siap mendagangkan kue donat
buatan Nek Ijah ke tetangga dekat rumah ataupun desa sebelah. Entin tidak akan
pulang sebelum dagangannya habis, dengan suara yang lantang Entin menjajakan
kue donatnya. Jarak yang lumayan jauh dan kondisi jalan yang masih beralaskan
kerikil bercampur tanah tak mampu mematahkan semangat Entin untuk berjualan. Bisa
dibilang kue donat Nek Ijah adalah kue donat yang memiliki cita rasa super, dengan
Rp. 500,-/buah harga yang relatif terjangkau untuk masyarakat sekitar.
Hari demi hari mereka lalui, semua mereka jalani dengan
ikhlas sambil tetap berdoa kepada Sang Kuasa agar diberikan jalan keluar atas
apa yang tengah mereka hadapi. Didalam setiap shalatnya, Entin berdoa agar
ibunya dapat segera pulang, hidup bersama dengan Entin dan Nek Ijah. Tak perlu
uang banyak, saat ini hanya kebersamaan yang diinginkan oleh Entin, kebersamaan
untuk menjalani kerasnya hidup.