Ekonomi Koperasi
Senin, 30 Maret 2015
Reducing Healthcare Costs Facilitated by Surgical Auditing: A Systematic Review
Nama Jurnal
|
Judul Jurnal
|
Tahun
Published
|
Pokok Bahasan
|
Summary /
Kesimpulan
|
Saran
|
World
Journal of Surgery
|
Reducing
Healthcare Costs Facilitated by Surgical Auditing:
A
Systematic Review
|
2015
|
Many
articles have been published describing a relationship between surgical
auditing and quality improvement
Goal
in health care should be maximizing value for patients.
The
healthcare industry has been lagging behind regarding the availability of key
data on process and outcomes of care, when compared to other industries where
product evaluation is standardly embedded in the production process.
|
In
this systematic review, a relationship between surgical auditing and reduced
healthcare costs was identified.
Though
frequently assumed in the literature, only six articles actually described
this relationship. All identified studies suggest that besides quality
improvement, surgical auditing has the potential to reduce in-hospital costs.
Surgical
audits facilitate this process and, most important, surgical auditing might
lead to improved outcomes for patients. Whether this involves orthopedic surgery
[22], colorectal surgery [6], vascular surgery [16], or general surgery [9,
10, 17, 18], all show an association
with
improved clinical outcome.
Because
of the cost- and time-consuming exercise of data collection [23], the use of surgical
auditing as a quality instrument will catalyze only when it proves to be
cost-effective. Four of the identified articles [17, 18, 20, 21] incorporated
costs of the audit itself in their calculations and therefore analyzed the
actual costeffectiveness of surgical audits. These four studies showed
larger
reduction in costs (due to quality improvement) compared to the audit participation-costs,
and therefore overall cost reduction was established.
A
factor that attributed to the high reduction in costs in this study might be
the selection of colorectal cancer patients. In high-risk procedures, like
colorectal cancer resections, the prevention of adverse events, such as
anastomotic leakage, might be of greater clinical [24] and financial impact.
Although
we only identified articles focused on hospitalrelated costs, registries that
cover the complete patient cycle should provide better insights. Long-term
complications can be identified which might cover ‘hidden’ longterm costs.
For example, in colorectal cancer surgery, the creation of a defunctioning stoma
shortens length of hospital stay during the initial operation and lowers
short-term complications [38].
However,
next to the impact on quality of life a stoma has, it also has serious
long-term financial implications. Patients have a life time need for
colostomy pouches and a constant risk for long-term complications [39] which
are seen in up to fifty percent of the patients
within
ten year follow up [40]. Increasing quality and reducing costs is the
fundamental base of ‘value based health care’ [7]. Therefore, covering short-
as well as long term
outcomes
should be aimed for all health care evaluations.
While
surgical auditing has become more integrated
in common practice, its effectiveness on costs needs to be evaluated as well,
and perhaps costs evaluation has to be
incorporated
in the feedback mechanisms of the audit.
|
In
future, widespread introduction and continuous use of surgical auditing is
required to evaluate and improve quality of medical care for patients.
The
main focus should be evaluation of high-risk procedures since prevention of
adverse events in these procedures will have greater clinical and financial
impact compared to lowrisk procedures.
Moreover,
when financial outcomes are incorporated in the
audit,
calculating those financial outcomes should be based
on
actual costs, for example using time-driven activitybased
costing.
In the future, covering the complete cycle of care and incorporating cost
analyses and patient related outcome measures would increase the audits’
value and provide a complete overview of the value of healthcare.
Further
studies describing the audit’s value should include all of the above-mentioned
elements, in order to provide more robust evidence for further implementation
of auditing
|
Kamis, 25 Desember 2014
PERBANDINGAN KODE ETIK AKUNTAN dan KODE ETIK KEDOKTERAN PADA MASA AKHIR
No
|
Aspek
|
AKUNTAN
|
KEDOKTERAN
|
1
|
Profesi
|
Akuntan
Publik
|
Dokter
|
2
|
Naungan
Instansi/Perkumpulan
|
Ikatan
Akuntan Indonesia ( IAI)
|
Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
|
3
|
Anggota
|
Semua
Anggota IAI-KAP
|
Semua Anggota IDI
|
4
|
Peraturan
|
|
Surat
Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
NO. 221 /PB/A.4/04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia |
5
|
Isi
dari Kode Etik
|
a.
Prinsip Etika
b.
Aturan Etika
c.
Interpretasi Aturan Etika
|
a.
Kewajiban Umum
b.
Kewajiban Kepada Pasien
c.
Kewajiban Kepada Diri Sendiri dan Teman Sejawat
|
6
|
Prinsip
– Prinsip Kode Etik
|
a. Independece
b. Integritas
c. Objektivitas
d. Tanggung
jawab
|
a.
Beneficience
b.
Non Maleficence
c.
Autonomy
d.
Justice
|
7
|
Prinsip
Integritas
|
a. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau ketiadaan prinsip
b. Kepercayaan
public merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang
diambilnya
|
a.
Setiap dokter harus senantiasa
berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau
pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat
b.
Dalam melakukan pekerjaan
kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi
|
Surat Keputusan Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia
NO. 221 /PB/A.4/04/2002
Tentang
Penerapan Kode Etik Kedokteran
Indonesia
KEWAJIBAN
UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standard profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya,
seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan
dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri
dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin
melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan
kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati
hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan tehnik atau pengobatan
baru yang belum diuji kebenarannya dan hal hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya..
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam
setiappraktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan
kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang ( compassion
) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur
dalam berhubungan dengan pasien dansejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan
sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak hak
pasien, hak hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga
kepercayaan pasien.
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang
dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek
pelayanan kesehatan yang menyeluruh ( promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif ), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi
pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan
para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus
saling menghormati.
KEWAJIBAN
DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus
ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan
pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter
yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan
kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan
penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien
itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan
pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN
DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman
sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih
pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur
yang etis.
KEWAJIBAN
DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran/kesehatan.
KELOMPOK:
Angga Ari Puspita 20211847
Asti Iga Purnomo 21211269
Atikah Putriyani 27211940
Dwi Haryanto 22211240
Emi Sari 22211428
Fajar Rahmana 22211643
Hanny Dharmawan 23211202
Indri Kusnita 23211618
Jonathan Gultom 23211861
Kadek Ari Supawan 23211895
M. Ridwan Setiawan 24211566
Nur Puji Winarsih 25211319
Parida Rachman 28211830
Regino Rahman Bustami 25211938
KODE ETIK AKUNTAN PADA MASA AKHIR
Kode
etika ikatan akuntan indonesia dimaksudkan sebagai paduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam penentuan tanggung jawab profesionalnya.
Tujuan
profesi akuntansi adalah memenuhi tangung jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat
kebutuhan dasar yang harus di penuhi:
1. Kredibilitas
Masyarakat
membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2. Profesionalisme
Diperlukan
individu yang jelas dapat diindentifikasikan oleh pemakai jasa akuntan sebagai
profesional di bidang akuntansi.
3. Kualitas
Jasa
Terdapatnya
keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar
kinerja tertinggi.
4. Kepercayaaan
Pemakai
jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional
yang mendasari pemberian jasa oleh akuntan.
Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
1. Prinsip
Etika, disahkan oleh Kongkres
2. Aturan
Etika, disahkan oleh Rapat Anggota
Himpunan
3. Interpretasi
Aturan Etika, dibentuk oleh Himpunan.
1.
Prinsip Etika
A. Kode
Perilaku Profesional AICPA
Kode
Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian:
1. Prinsip-prinsip
Perilaku Profesional menyatakan tindak – tanduk dan perilaku ideal.
2. Aturan
Perilaku menentukan standar minimum.
Prinsip-prinsip
Perilaku Profesional menyediakan kerangka kerja untuk Aturan Perilaku. Pedoman
tambahan untuk penerapan Aturan Perilaku tersedia melalui:
·
Interpretasi Aturan Perilaku
(Interpretations of Rules of Conduct)
·
Putusan (Rulings) oleh Professional
Ethics Executive Committee.
Enam
Prinsip-prinsip Perilaku Profesional:
·
Tanggung jawab: Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan
profesional dan moral dalam seluruh keluarga.
·
Kepentingan publik: Anggota harus
menerima kewajiban untuk bertindak dalam suatu cara yang akan melayani
kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen
pada profesionalisme.
·
Integritas: Untuk mempertahankan dan
memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab
profesional dengan perasaan integritas tinggi.
·
Objektivitas dan Independesi: Anggota
harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik penugasan dalam
pelaksanaan tanggung jawab profesional.
·
Kecermatan dan keseksamaan: Anggota
harus mengamati standar teknis dan standar etik profesi.
·
Lingkup dan sifat jasa: Anggota dalam
praktik publik harus mengamati Prinsip prinsip Perilaku Profesional dalam
menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.
B. Prinsip-Prinsip
Fundamental Etika IFAC
1. Integritas
Seorang
akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis
dan profesionalnya.
2. Objektivitas.
Seorang
akuntan profesional seharusnya tidak
boleh membiarkan terjadinya bias,
konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan
pertimbangan bisnis dan profesional.
3. Kompetensi
profesional dan kehati-hatian.
Seorang
akuntan professional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan
keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk
menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang
didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan
profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional
haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar professional dan
teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
4. Kerahasiaan.
Seorang
akuntan profesional harus menghormati kerhasiaan informasi yang diperolehnya
sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya.
5. Perilaku
Profesional.
Seorang
akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan
dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
C. Prinsip-Prinsip
Dasar IAI
Aturan
etika IAI-KASP memuat delapan prinsip-prinsip dasar IAI, yaitu:
1. Tanggung
Jawab Profesi
Setiap anggota berkewajiban
menggunakan pertimbangan moral dan profesional setiap melakukan
kegiatannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota memiliki tanggung jawab kepada
semua pemakai jasa profesional mereka.
2. Kepentingan
Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, mengormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan
masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
3. Integritas
Integritas
adalah suatu satu kesatuan yang
mendasari munculnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan standar bagi
anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus menjaga tingkat integritasnya dengan terus memaksimalkan kinerjanya serta mematuhi apa yang telah menjadi tanggung jawabnya.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus menjaga tingkat integritasnya dengan terus memaksimalkan kinerjanya serta mematuhi apa yang telah menjadi tanggung jawabnya.
4. Obyektivitas
Objektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota
berdasarkan apa yang telah pemberi nilai dapatkan. Prinsip objektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur, secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada
di bawah pengaruh pihak lain.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota tidak diperkenankan
menggambarkan pengalaman kehandalan kompetensi atau pengalaman yang belum
anggota kuasai atau belum anggota alami. Kompetensi profesional dapat dibagi
menjadi 2 fase yang terpisah :
a.
Pencapaian Kompetensi Profesional.
Pencapaian
ini pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh
pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subjek- subjek yang
relevan. Hal ini menjadi pola pengembangan yang normal untuk anggota.
b.
Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
Kompetensi
harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen, pemeliharaan kompetensi
profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan profesi
akuntansi, serta anggotanya harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk
memastikan terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang
konsisten
6. Kerahasiaan
Dalam
kegiatan umum auditor merupakan memeriksa beberapa yang seharusnya tidak boleh
orang banyak tahu, namun demi keprofesionalitasannya, para auditor wajib
menjaga kerahasiaan para klien yang diauditnya. Setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selam melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staff di bawah
pengawasannya dan orang- orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati
prinsip kerahasiaan.
7. Perilaku
Profesional
Kewajiban
untuk menghindari perbuatan atau tingkah laku yang dapat mendiskreditkan atau
mengurangi tingkat profesi harus dipenuhi oleh anggota sebgai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staff,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar
Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan profesionalitasnya sesuai dengan standar teknis dan
standar professional yang ditetapkan secara relevan. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh IAI, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan
peraturan perundang- undangan yang relevan.
2.
Aturan etika
Aturan
Etika Akuntan Publik Indonesia telah diatur dalam SPAP dan berlaku sejak tahun
2000. Aturan etika IAI-KAP ini memuat lima hal:
1. Independensi,
Integritas dan Objektivitas
Independensi
Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap
mental independen didalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam
standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental
independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun
dalam penampilan (in appearance). Integritas dan Objectivitas Dalam menjalankan
tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus
bebas dari benturan kepentingan (conflict of interst) dan tidak boleh
membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya
atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
2. Standar Umum
dan Prinsip Akuntansi
a. Kompetensi profesional.
Anggota KAP hanya boleh melakukan
pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat
diselesaikan dengan kompetensi profesional.
b. Kecermatan dan keseksamaan profesional.
Anggota KAP wajib melakukan
pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
c. Perencanaan dan supervisi.
Anggota KAP wajib merencanakan dan
mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional. D.
Data relevan yang memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang
memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi
sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
3. Tanggung Jawab Kepada Klien
Informasi Klien yang
Rahasia Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang
rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk:
a. Membebaskan anggota KAP dari kewajiban
profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan
prinsip-prinsip akuntansi.
b. Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara
apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti
panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP
terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.
c. Melarang review praktik profesional (review
mutu) seorang anggota sesuai dengan kewenangan IAI.
d. Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan
keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang
dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegasan disiplin anggota.
4. Tanggung Jawab Kepada rekan Seprofesi
Tanggung
jawab kepada Rekan Seprofesi Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan
tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan
seprofesi. Komunikasi Antarakuntan Publik Anggota wajib berkomunikasi tertulis
dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement)
audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama
ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang
berlainan. Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan
komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai. Perikatan Atestasi Akuntan
publik tidak diperkenankan mengadakan perikataan atestasi yang jenis atestasi
dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih
dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk
memnuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang
berwenang.
- Tanggung
Jawab Dan Praktik Lain
Perbuatan
dan Perkataan yang Mendiskreditkan Anggota tidak diperkenankan melakukan
tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi. Iklan,
Promosi, dan Kegiatan Pemasaran Lainnya Anggota dalam menjalankan praktik
akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan
promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan
citra profesi
3.
Interpretasi Etika
Interpretasi
Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk
oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan
Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau
Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk
menggantikannya. Kepatuhan Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga
dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada
pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan
pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh
organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika
perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan
pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
KELOMPOK:
Angga Ari Puspita 20211847
Asti Iga Purnomo 21211269
Atikah Putriyani 27211940
Dwi Haryanto 22211240
Emi Sari 22211428
Fajar Rahmana 22211643
Hanny Dharmawan 23211202
Indri Kusnita 23211618
Jonathan Gultom 23211861
Kadek Ari Supawan 23211895
M. Ridwan Setiawan 24211566
Nur Puji Winarsih 25211319
Parida Rachman 28211830
Regino Rahman Bustami 25211938
Langganan:
Postingan (Atom)